Me in Me and in People's Opinion



Namanya Ame, gadis pecinta olahraga lari ini tak pernah menyangka dirinya akan berakhir di uin suska. Ia sempat bersumpah serapah bahwa ia tak akan pernah menginjakkan kakinya disana dengan alasan kekanak-kanakan mengingat saat itu dirinya masih duduk dibangku sekolah menengah atas. 2 kali gagal tes polri tak mengurungkan niatnya untuk kembali mengulang tes-tes bodoh itu lagi di tahun depan, tentu saja di tengah-tengah kesibukan kuliahnya. Awalnya ia berniat untuk mencari pekerjaan standar lulusan SMA dengan gaji yang tak seberapa sambil menunggu tes selanjutnya tiba, namun, dengan sedikit dorongan Ayahnya dan kalimat persuasif Ibunya tentang apa jadinya ia jika tidak kuliah serta gambaran-gambaran menakutkan tentang kejamnya dunia dan sulitnya mencari pekerjaan jika tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai, ia pada akhirnya mantap untuk kuliah. Sering kali terpikir olehnya untuk drop out saja atau mengambil cuti kuliah, “tes membutuhkan banyak latihan, dan di kampus, aku diberikan tugas sebanyak-banyaknya sampai tidak ada lagi waktu untuk memikirkan kekuatan kakiku” omelnya. Meski demikian, setiap pagi ia masih saja meluruskan niat untuk berangkat kuliah.

Ame, menurut teman temannya adalah pribadi yang sulit mengambil keputusan, ia membutuhkan waktu yang lama untuk sebuah keputusan kecil. “sekarang dia bilang pingin makan bakso, sekitar 2 menit lagi dia bilang miso saja!” tutur temannya. Ya, plin plan adalah karakternya. Namun untuk urusan urusan tertentu yang membutuhkan kecepatan dalam mengambil keputusan, ia lumayan bisa diandalkan. Ame juga termasuk kedalam kelompok anak nakal, sejak TK, Ibunya harus berulang-ulang kali datang kesekolah atas permintaan guru BK. Terkadang karna bolos sekolah, memukul temannya, menyalahi peraturan, sampai terlibat perkelahian antar siswa. Tetapi disamping itu semua, Ame juga anak yang pintar menurut guru-gurunya. “kalau kamu bukan anak yang nakal, pasti kamu akan jadi siswa favorit saya” ungkap guru sejarahnya semasa SMA.

Irfan, laki laki yang beberapa bulan ini menjadi deretan pertama diantara sedikit orang yang dia hubungi jika terjadi apa apa beranggapan bahwa Ame adalah perempuan yang kasar. Ia tak tahu caranya berjalan tanpa menyenggol sesuatu, bahkan terkadang ia menghancurkan apa saja yang ia pegang. “ia mematahkan lemari disalah satu pusat perbelanjaan saat kencan pertama kami”. Namun Irfan, tahu cara merubah Ame menjadi orang yang sangat puitis. Irfan tahu caranya merubah Ame menjadi pribadi yang lembut paling tidak untuk saat bersamanya saja. Kendati demikian, ia lebih sering gagal. “aku harus pulang dengan badanku yang memar, karna dia suka menonton siaran tinju juga action movie dan mempraktekkannya padaku”. Irfan adalah bukti bahwa seorang Ame yang mereka kenal kasar, Ame yang lebih menyukai oli dan perkakas tukang milik ayahnya daripada menyapu rumah dan piring adalah perempuan normal seperti yang lainnya, hanya saja ia tipe yang sedikit lebih kearah minus 2. Tidak seperti gadis lain dikampus yang menjadikan kakak senior kece atas nilai-nilai kenakalan menjadi obat cuci mata alami bagi mereka, Ame lebih memilih seseorang yang menurutnya akan bisa membantunya dalam menggapai cita-cita disegala sisi. Dia menilai “pacaran” sebagai sesuatu yang menguntungkan. “pacaran adalah ketika kau merasa menjadi orang yang lebih baik, dan ketika kau bisa mengambil ilmu sebanyak banyaknya dari orang yang kau sebut pacar. Juga pacaran adalah tentang makan yang tak perlu kau bayar”. Dan baginya, Irfan memenuhi kriteria tersebut. “hehe terimakasih Ak” sambungnya.

Ame sering kali membayangkan dirinya ada disebuah hutan rindang dimana binatang-binatang buas dapat berbaur dengannya tanpa perlu takut akan dicakar atau disantap hidup-hidup. Ah, bukankah ini terlalu gila untuk direalisasikan? Lalu apa jadinya jika ia mendaki gunung yang puncaknya hanya berjarak 5 jengkal dari langit? Atau apa jadinya jika ia mendirikan rumah disebuah hutan yang dikelilingi para raja hutan yang setiap tidurnya dia akan selalu ketakutan? She wants to traveling every kind of feelings. Fear. Happy. Anxiety. There are so many things she thought she needs to taste. Savira, sahabatnya, sering kali mengingatkan bahwa Ia terlalu banyak berkhayal, dan it doesn’t sounds good. Tapi baginya, berkhayal memiliki kenikmatan tersendiri yang tak akan pernah bisa kau jabarkan. Menggenggam sesuatu yang belum pernah kau benar benar rasakan atau lihat. It’s a good feeling.

Pertemanannya yang tak mengenal sisi kalangan dan usia menjadikannya pribadi yang disenangi. Ia membenarkan kalimat “don’t judge a book by its cover”. Menurutnya kita tak pernah tau apa isi kepala seorang tukang bengkel kaki lima yang lebih mengerti caranya membongkar mesin yang rusak daripada orang yang benar-benar bekerja dibengkel-bengkel besar ternama. Temannya, seorang tukang bengkel, kira-kira berusia sama dengan Ayahnya pernah bertanya “Jadi kau ambil jurusan apa?”, “oh jadi rencananya kau akan ambil konsentrasi apa?”, “ah sudah, ambil humas saja, perusahaan butuh alat propaganda seperti humas untuk menunjang karir perusahaannya” Nah, apakah ini adalah percakapan seorang tukang bengkel seperti ekspektasimu sebelumnya? yang kau kira hanya tau caranya mengganti benenmu yang koyak dengan penghasilan kurang dari jajanmu sehari? Think about it. Ame menilai pertemanan dengan definisi yang sangat luas, “pertemanan bukan tentang simbiosis mutualisme, yang dimana kau beri mereka juga akan memberi. Terkadang pertemanan butuh parasitisme, juga komensalisme”. Ia tak takut jika suatu hari nanti saat ia sedang berjalan bersama kekasihnya, lalu salah seorang tukang parkir berteriak menyapanya, “akan aku ceritakan padanya betapa bahagianya aku karna tak pernah sepeserpun mengeluarkan biaya parkir hanya karna mereka adalah temanku”.




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dikadoi Katak Hidup

PEOPLE AND INSTAGRAM

To be continued..